CGTN: Bagaimana BRI yang digagas Tiongkok membantu produsen dupa mendunia
BEIJING, 5 Maret 2024 /PRNewswire/ -- Pu Lianggong menguasai seni pembuatan dupa, seperti leluhurnya yang berasal dari Arab.
Kini, hampir berusia 70 tahun, Pu membuat dupa di Kecamatan Yongchun, Quanzhou, sebuah kota pesisir di Provinsi Fujian, Tiongkok Timur.
Kerajinan membuat dupa dapat ditelusuri dari Jalur Sutra Maritim kuno, kanal vital untuk kerja sama perdagangan dan kebudayaan antara wilayah pesisir di sebelah selatan Tiongkok dan negara-negara asing.
Pu adalah generasi ke-10 keluarga keturunan Arab yang menetap di Quanzhou, dikenal sebagai asal mula Jalur Sutra Maritim kuno pada 1646. Setelah perdagangan maritim Tiongkok berkembang pesat pada era Dinasti Song (960-1279) dan Yuan (1271-1368), Quanzhou pun menjadi pelabuhan terbesar di Tiongkok Timur.
Leluhur Pu membawa bahan-bahan aromatik pada sepanjang Jalur Sutra Maritim, serta menjual produk ini sebagai mata pencaharian, dan berasimilasi dengan kehidupan di Quanzhou, bahkan menikahi warga lokal serta memakai marga Tiongkok, Pu.
Keluarga Pu membuat dupa dengan bahan bambu dan aromatik dari kampung halamannya, berbeda dari keping kayu harum yang disebut "bakhoor", terdapat di banyak negara Arab. Produk buatan Pu menyerupai dupa Tiongkok, berbentuk batang bambu yang dilapisi bahan aromatik berbentuk bubuk.
Didukung pengaruh keluarga Pu, industri dupa telah berkembang di Yongchun. Saat ini, Yongchun memiliki hampir 300 pabrik dupa, serta menjual produk di pasar dalam dan luar negeri.
Berkat lonjakan pesanan produk dari pasar internasional, para pekerja dan keluarganya menjalani kehidupan yang semakin baik, sebuah peningkatan yang sebagian besar tercapai berkat Belt and Road Initiative (BRI).
Digagas Tiongkok pada 2013, inisiatif ini membangun jaringan perdagangan dan infrastruktur yang menghubungkan Asia dengan Eropa, melampaui Jalur Sutra kuno, demi mewujudkan pembangunan dan kemakmuran bersama.
Sebagai platform yang membina kerja sama lintasbudaya dan sikap saling memahami, BRI menyediakan peluang untuk meningkatkan keberagaman dan inklusi.
Presiden Tiongkok Xi Jinping sempat mengutip pepatah kuno Tiongkok, "Sup yang lezat dibuat dengan meramu bahan yang berbeda-beda", untuk menggarisbawahi pentingnya aspek keberagaman.
Masa depan bersama umat manusia
"Sup yang lezat dibuat dengan meramu bahan yang berbeda-beda."
Pepatah ini berasal dari karya klasik Tiongkok "History of the Three Kingdoms". Karya ini mencerminkan tradisi kuliner Tiongkok yang memakai berbagai jenis bahan, seperti herba, rempah-rempah, serta sayuran, untuk membuat sup yang bercita rasa. Karya ini juga mengangkat kekuatan positif dari kolaborasi, serta makna keberagaman dalam peradaban manusia sebagai sumber kemajuan manusia.
Xi mengutip pepatah tersebut ketika berpidato di Kantor PBB di Jenewa pada Januari 2018, dan berkata bahwa keberagaman adalah "motor penggerak kemajuan dalam peradaban manusia."
"Ada lebih dari 200 negara dan wilayah, lebih dari 2.500 kelompok etnis dan berbagai agama di dunia. Sejarah, kondisi nasional, kelompok etnis, dan adat istiadat yang berbeda-beda melahirkan beragam peradaban, serta menghadirkan dunia yang penuh dengan warna," tutur Xi.
"Kita harus menganggap pertukaran antara peradaban sebagai sumber inspirasi untuk kemajuan manusia, serta ikatan yang melestarikan perdamaian dunia."
Menurut Xi, dunia yang terbuka dan inklusif harus terwujud lewat pertukaran dan sikap saling memahami. Dia juga menekankan, pertukaran antara peradaban menjadi "sumber inspirasi bagi kemajuan manusia", serta "ikatan yang melestarikan perdamaian dunia."
Pepatah kuno Tiongkok ini sangat sesuai dengan sejarah pembuatan dupa di Yongchun. Berabad-abad lalu, bahan-bahan aromatik asal Arab hadir di Tiongkok sebagai "pembawa pesan", serta terintegrasi dan berkembang dengan bahan-bahan aromatik di Tiongkok hingga tersebar di berbagai penjuru dunia.
Kini, negara-negara Arab, partisipan penting dalam rute perdagangan Jalur Sutra, merupakan mitra-mitra penting bersama Tiongkok dalam BRI.
Pada dekade lalu, BRI menghadirkan dampak positif bagi warga lokal di negara-negara mitra dengan membuka lapangan pekerjaan, serta memfasilitasi perdagangan internasional.
Pada 2013-2022, nilai perdagangan Tiongkok dan negara-negara mitra BRI mencapai $19,1 triliun dengan angka pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 6,4%, menurut sebuah laporan resmi. Pada Juni 2023, Tiongkok telah meneken lebih dari 200 kerja sama BRI dengan lebih dari 150 negara dan 30 lembaga internasional di lima benua. Kerja sama tersebut menghasilkan beberapa proyek unggulan dan proyek berskala kecil yang berdampak positif.
Tiongkok juga bekerja sama dengan mitra negara-negara BRI dan berbagai lembaga lewat aktivitas kebudayaan, termasuk mendirikan aliansi teater, museum, festival kebudayaan, dan perpustakaan berskala internasional, seperti International Alliance of Museums of the Silk Road dan Silk Road International League of Theaters.
Dengan menghubungkan berbagai kebudayaan dan negara yang berbeda-beda, BRI mempromosikan kerja sama, keterbukaan, dan inklusi di seluruh dunia. Maka, Tiongkok semakin dekat mencapai targetnya, yakni membangun komunitas dengan masa depan bersama untuk umat manusia, serta meningkatkan kemakmuran bersama.
SOURCE CGTN
Bagikan artikel ini